“Pinjem Qur’anya dong” pintaku pada seorang teman yang duduk
tepat di sebelahku.
“Emang Qur’annya kemana bu?” tanyanya sambil tersenyum. Aku
tak langsung menjawab. Segera aku melanjutkan bagian tilawahku. Hal yang aneh
memang bagiku, mengaji tapi tidak bawa Qur’an. Dan, itu terjadi padaku.
Bukan karena sengaja kitab suci itu luput dari tasku. Sudah
beberapa minggu ini aku menginginkan Qur’an baru. Qur’an yang kini aku punya
sudah lusuh. Walau masih bisa dibaca tapi lembarannya sudah ada yang robek.
Tangan kecil jagoanku yang biasanya kreatif menghilangkan sepotong demi
sepotong lembarannya.
“Bi, beliin Qur’an baru dong” rengekku manja pada suami yang
sedang asyik dengan komputernya.
“Loh... emang Qur’an bunda kemana?” tanyanya menyelidik sambil
menaikkan kacamata vintagenya ke atas kepala.
“Ada sih... cuma, halamannya banyak yang ilang di sobekkin
abdan. Tadi ngaji aja sampe minjem ke temen.” Ucapku memelas.
“Hmm... kenapa baru bilang sekarang. Sabtu ini kita ke toko
buku ya.” Ucapnya dengan menurunkan
kembali kacamatanya.
“Alhamdulillah... “ aku bersorak dalam hati, senang.
Sudah lama sekali aku ingin memiliki Al-Qur’an yang ada
tanda bacanya. Jadi saat membaca, kesalahan dalam tajwid bisa di minimalisir.
Aku tidak khusus mengikuti kelas tahsin karena keterbatasan waktu. Hanya
sedikit demi sedikit belajar dari teman. Mungkin dengan
memiliki Al-Qur’an tajwid, bacaan Qur’anku sedikit demi sedikit bisa
lebih bagus.
“Mau Qur’an yang mana Bun?” Tanya suamiku saat kami telah
sampai di toko buku.
“Hmm... yang mana ya, jadi bingung. Semuanya bagus-bagus”
jawabku sambil menyapu deretan Al-Qur’an yang tertata rapi di rak.
“Ya udah, dipilih-pilih aja dulu ya. Abi mau ngajak abdan ke
bagian buku anak-anak” suamiku berlalu sambil mengandeng si kecil. Meninggalkan
dan membiarkanku memilih.
Hampir 15 menit aku berdiri. Masih belum bisa menentukan
mana yang akan aku pilih. Semua Al-Qur’an di hadapanku sungguh menarik hati.
Ada yang ber-cover beludru dengan hiasan pita emas. Ada yang dari kulit dengan
desain minimalis. Semuanya cantik. Tapi, ada satu yang menarik hatiku.
“Udah dapet bun?” tanya suamiku yang tiba-tiba muncul dari
belakang sambil menepuk pelan pundakku.
“Astagfirullah...kaget. Udah bi, ini” Aku mengelus dadaku
dan menunjukkan Qur’an pilihannku. Suamiku tersenyum. Kami berjalan menuju
kasir.
Dalam perjalanan pulang, tak henti-hentinya aku memandangi
Qur’an baruku. Covernya berwarna pink. Ada 3 tali pembatas yang berbeda warna.
Yang istimewa, Qur’an baruku ini dilengkapi dengan Al-ma’tsurat dan panduan
tajwid yang aku butuhkan. Al-Qur’anku sungguh istimewa. Berkali-kali aku
menciumi dan mendekapnya. Suamiku hanya tersenyum melihat kelakuanku.
“Coba abi liat Al-Qur’annya” Pinta suamiku ketika kami baru
saja sampai dirumah. Ia membuka lembar demi lembar. Matanya memperhatikan
serius.
“Ohh... Syamil Qur’an khusus wanita ya. Pantes warnanya
pink.” Ucapnya sambil mengembalikan Qur’an ke tanganku.
“Iya bi, emang ini yang bunda pengen. Simple tapi tetep
cantik ya. Sebenernya warnanya banyak tapi bunda pilih pink. Lembut, kaya
bunda” aku tersenyum dan ngeloyor masuk kamar sebelum ada cubitan yang mendarat
di pipiku.
Aku terduduk. Memandangi benda ditanganku dengan mata panas.
Tiba-tiba ada sesuatu yang membuncah dalam dadaku. Inilah cinta. Kelak bersama
Qur’anlah aku meraup ketenangan hidup. Karena bersamanya, cintaNya akan selalu
hadir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan Tinggalkan Komentarnya. Maaf, link hidup dan spam akan otomatis terhapus ya.