Rabu, 29 Juli 2015

[Review Film] Surga Yang Tak Dirindukan, Sebuah Perjuangan Ikhlas Dan Sabar



Arini seorang relawan yang gemar sekali mendongeng. Pada satu kesempatan ia berjumpa dengan seorang mahasiswa yang sedang melakukan penelitian tugas akhir, Prasetya. Singkat cerita, mereka berkenalan, cocok satu sama lain dan akhirnya menikah. 

Memiliki seorang anak bernama Nadia. Arini merasa dongeng yang ia bangun sempurna. Pras memiliki karir yang bagus. Rumah tangga mereka nyaris sempurna, sampai suatu saat semua dongeng Arini hampir berantakan. 

Meirose hadir. Seorang wanita depresi yang ingin bunuh diri. Kecelakaan mobil dalam kondisi hamil. Meirose ditinggalkan di saat ia dijanjikan akan dinikahi. Wanita yang penuh dengan masalah itu akhirnya diselamatkan oleh Pras. Dan, dinikahi demi mencegahnya bunuh diri lagi.

Pras dan Meirose menikah. Tanpa sepengetahuan Arini. Dan, perjuangan ikhlas dan sabar itu pun dimulai. Arini menganggap tidak ada masalah apa-apa pada rumah tangganya. Hingga suatu saat, ia menemukan resep obat dari Akbar, anak Meirose pada saku celana Pras. 

Dongeng indah Arini perlahan hancur ketika ia mencoba mencari tahu siapa itu Akbar. Terkejut ketika ternyata Pras yang mengangkat telpon saat Arini menghubungi nomor yang diberikan pihak rumah sakit. Penasaran, Arini pun mencari rumah Meirose. Hatinya semakin hancur ketika melihat Pras ternyata ada di rumah Meirose. Tertawa menggoda Akbar. Arini melihat jelas Meirose mencium tangan suaminya. 

Arini pulang dalam keadaan marah. Semua penjelasan Pras tidak berarti sama sekali. Hingga akhirnya Pras yang mengalah dan meninggalkan rumah. 

Arini tidak menyangka bahwa apa yang ia alami, ternyata dialami oleh ibunya juga saat Arini masih kecil. Ayah Arini menikahi wanita lain, demi untuk menyelematkan wanita tersebut. Hingga akhirnya, sang ibu mau bercerita dan membuka semua kisah lalunya. 

Arini belajar dari sang ibu. Belajar ikhlas dan sabar yang tidak terbatas. Arini perlahan menerima apa yang sudah terjadi. Dan, akhirnya mau menerima Meirose.

*****

Ahad, 26 Juli lalu akhirnya saya penasaran dan nonton film ini. Itu pun karena ada acara meet n greet para pemainnya. Kebetulan juga, saya ingin berjumpa dengan teman-teman jurnalis dari Bekasimedia.com yang sudah lama tidak bertemu. Mereka ada tugas meliput dan sekalian saja saya datang. 

Dan, Tidak Mudah Ambil Gambar Di Kegelapan :-p

Bagi saya yang lebih dulu membaca novelnya, rasanya kurang puas dengan jalan ceritanya. Menurut saya, hampir 70% jalan ceritanya berbeda dengan apa yang sudah saya baca. Memang, membaca buku itu jauh lebih menyenangkan. Karena, kita akan berimajinasi saat membaca. 

Demi kemauan sang produser, jalan cerita pada novel Asma Nadia itu diubah. Yang bagi saya, pembaca novelnya, sedikit membuat kecewa. Mulai dari nama Arini yang ditambahkan nama sponsor yang membuat saya hampir tertawa. Karena terlalu maksa. Dan ini salah satu alasan juga kenapa saya malas sekali nonton film. Saya merasa, sponsor terlalu maksa untuk ambil bagian di dalam film. Padahal menurut saya, jika memang mau beriklan, ya... cukuplah nama brandnya masuk di credit, banner dan poster film. Tidak perlu maksain banget, untuk masuk di adegan film juga. 

Arini di novel memiliki seorang Kakak yang menjadi jembatan perkenalannya pada Pras. Walau mereka sebenarnya berteman sejak kecil, namun Arini tidak ingat.  Pras adalah teman dari Kakak Arini sendiri. Arini di Novel memiliki 3 anak, sedangkan di film 1 saja. Pras di novel adalah seorang dosen, sedangkan di film dia seorang arsitek. Oke, jika ini bukan masalah. Namun, tetap saja jalan cerita pada novel lebih menarik daripada di filmnya. 

Novel yang ditulis oleh Asma Nadia kemudian diangakat ke layar lebar ini bukanlah yang pertama kali. Sebelumnya ada Assalamualaiakum Beijing [AB] yang tayang pada Desember 2014 lalu. Saat itu pemutarannya berbarengan dengan Merry Riana, Mimpi Sejuta Dolar. Dan, seperinya saat itu AB kalah pamor dengan Merry Riana. 

Tapi, untuk film Surga Yang Tak Dirindukan ini, saya melihat antusias masyarakat cukup bagus. Terlepas dari masyarakat yang sebenarnya penasaran dengan jalan ceritanya, ada sebagian yang sengaja ingin tahu seperti apa poligami itu menurut seorang Asma Nadia. Namun, banyak yang salah mengartikan. Ada yang menganggap ini adalah film tentang poligami. Nyatanya, film ini bukanlah film tentang poligami. Jika Pras memiliki istri lebih dari 1, itu bukanlah inti dari ceritanya. 

Inti dari cerita ini adalah tentang seorang wanita yang berjuang mengaplikasikan makna ikhlas dan sabar. Pras tidak meninginkan untuk menikah lagi, ia hanya ingin menyelamatkan nyawa seseorang yang jalan keluar satu-satunya hanya dinikahi. Arini berhasil ikhlas, dan akhirnya ada kebahagian yang ia dapat. 

Film ini berhasil menyedot perhatian publik. Apalagi jika dikait-kaitkan dengan poligami, film ini makin ramai diperbincangkan di berbagai media sosial. Oke, mulai dari poster film yang diguncingkan karena tidak syar i. Saya rasa jika penulis novelnya BUKAN Asma Nadia, segala perdebatan itu tidak akan muncul. Posternya tidak akan didebat, malah yang ada akan diusulkan untuk ditambah-tambahi supaya terlihat lebih Norak dan Parno. 


Menurut saya, pelajaran ikhlas dan sabar dalam film ini bisa diambil sebagai pelajaran. Ketika kita dihadapkan pada masalah, maka ikhlaslah dan sabarlah. Karena, jika keduanya kita terapkan, maka kita akan mendapatkan jalan keluar yang terbaik.


--Ditulis Sambil Ngopi--


24 komentar:

  1. Pake flash dong motonya hag hag. Pesan kopi mbak uci satu
    Kabuur

    BalasHapus
    Balasan
    1. heu...heu.. parah nih ilham. Mentang2 bawa SLR, kemarin kenapa saya ngga diwawancara bro.. mayan kan masuk bekasimedia.com

      Hapus
  2. sepertinya ceritanya sederhana ya....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, namun kayanya jika dihadapkan dengan masalah Arini itu, duhh.. ngga sesederhana yang diucapkan ^__^

      Hapus
  3. Pelajaran ikhlas yang luar biasa yaaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. sabar dan ikhlas yang luar biasa, yang ngga semua orang bisa.

      Hapus
  4. Sudah nonton..dan ada beberapa bagian yg jadi mengernyitkan kening karena ga sepaham , seringnya kalau sdh baca novel trus nonton filmnya pasti kecewa deh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku juga gitu, witha. Emang lebih baik baca novelnya aja, ngga perlu nonton filmnya. Dan kalo nonton filmnya, ngga usah baca novelnya. Karena, memang pasti beda antara novel dan film.

      Hapus
  5. Pasti ya novel dijadiin film itu melenceng. ujungnya kecewa. :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. sebagai penikmat novel, ya.. emang lebih seru kalo baca novelnya aja ya.

      Hapus
  6. Perdebatan dan black campaign terhadap Asma Nadia itu salah satu faktor yang bikin orang penasaran sehingga menonton film ini ^_^

    BalasHapus
  7. Selain penasaran sama ceritanya, aku tertarik liat penampilan Bella :)

    BalasHapus
  8. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  9. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  10. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  11. Film-film bertema kontroversial selalu mengundang atensi....
    Bila memang bnyk yg tidak setuju semoga menginspirasi penulis2 lain untuk membuat tema yang berlawanan..:))

    BalasHapus
  12. Aku baca cerita ini dari jaman masih cerbung berjudul Istana Kedua, Mba Uci. Terus beli bukunya pas udah new edition. Filmnya?? eerr..nggak nonton karena nggak ada bioskop dong di sini :p

    BalasHapus
  13. Setelah baca reviewnya, saya jadi tertarik untuk nonton film ini.

    BalasHapus
  14. Kalau ikhlas insyaallah saya bisa, tapi kalau sabar nah, rada susah mba...
    Salutnya film ini tuh disitu.

    BalasHapus
  15. Ini film cocok banget buat para jomblo mbak, buat berklatih sabar...

    BalasHapus

Silakan Tinggalkan Komentarnya. Maaf, link hidup dan spam akan otomatis terhapus ya.