'Kok, anak saya kecil?'
'Kok, anak saya lebih pendek dari teman seusianya?'
Pertanyaan seperti itu, sering terlintas dalam pikiran saya. Sejak anak ketiga lahir dan saya lihat dia ngga 'setinggi' kakak-kakaknya, jujur saya mulai cemas. Saat itu, saya masih menjadi kader Posyandu, jadi saya rutin memerhatikan tumbuh kembangnya. Saya juga lebih mudah berkonsultasi dengan bidan wilayah. Saya rutin mencatat tinggi dan berat badan di Kartu Menuju Sehat (KIA).
Kenyataan pahitnya, anak saya memang pendek. Tingginya kurang 2cm dari tinggi minimal anak seusianya dan itu membuat dia berada di bawah garis merah. Ada yang bilang, itu hanya masalah gen. Karena saya memang ngga tinggi, bisa jadi si anak ketiga ini mengikuti postur tubuh saya.
Tapi, yang bikin saya sering kepikiran, sering ada yang bilang 'Una kok imut (baca : pendek) banget sih'. Bukan satu dua orang yang kaget saat saya menyebutkan usia anak saya. Mereka ngga percaya, sambil memerhatikan postur tubuh anak saya. Dengan tubuh seimut itu, anak saya terlihat 2 tahun lebih muda.
Waspada Gejala Anemia
Sebelum masuk pada kondisi Anemia Defisiensi Besi (ADB), kita perlu tahu dulu gejala anemia yang perlu diwaspadai. Jadi, jika ada kondisi seperti di bawah ini, segeralah untuk berkonsultasi dengan dokter
- Kelopak Mata Pucat. Bisa terlihat dari kelopak mata bagian dalam bawah. Jika berwarna putih, bisa dipastikan kalau ia mengalami anemia
- Kulit Pucat. Ini bisa terlihat dari warna kulit yang berbeda dari biasanya. Biasanya akan terlihat putih namun pucat
- Sakit Kepala. Ini disebabkan dari kurangnya oksigen karena darah yang membawa oksigen jumlahnya sedikit. Sehingga, menimbulkan sakit kepala
- Tekanan Darah Rendah. Ditandai dengan lemas dan kelelahan
- Nafas Lebih Cepat / Sesak. Karena jumlah darah dalam tubuh kurang, sehingga asupan oksigen pun berkurang. Ini menyebabkan penderitanya mengalami sesak dan nafas pun jadi lebih cepat.
- Nadi Cepat. Jatung berdetak lebih cepat, sehingga nadi pun akan berdetak lebih cepat dari biasanya. Itu disebabkan oleh kurangnya protein darah yang mengangkut oksigen ke seluruh tubuh
- Otot Lemah. Kekurang zat besi dalam tubuh, menyebabkan otot menjadi lebih lemah. Sehingga menyebabkan penderita anemia menjadi lebih lemas.
Anemia Defisiensi Zat Besi (ADB)
Saya cukup tenang ketika dokter anak yang saya datangi mengatakan, kalau anak saya ngga termasuk ke dalam kategori stunting. Anak saya bisa tumbuh normal seperti anak seusianya. Apalagi, anak saya ngga memiliki masalah dalam perkembangan kecerdasannya. Alhamdulillah, dia bisa cepat sekali dalam belajar.
Keputusan saya untuk bertanya pada dokter perihal tinggi badan anak, rasanya sudah tepat. Saya jadi lebih yakin, kalau anak saya ngga mengalami stunting. Ngga hanya mengira-ngira dengan rujukan hanya dari internet.
Jadi, penting banget bagi kita untuk memantau tumbuh kembang anak. Setiap orangtua, harus punya semacam kartu pemantau kesehatan untuk anak. Agar, ketika ada yang ngga sesuai, kita bisa langsung tahu dan bisa segara konsultasi pada tenaga kesehatan.
Jika membaca artikel tentang stunting, salah satu penyebabnya adalah karena kekurangan zat besi atau Anemia Defisiensi Zat Besi. Stunting merupakan salah satu dampak dari berbagai dampak Anemia Defisiensi Zat Besi pada anak, serta penyerapan zat besi yanh kurang maksimal.
Anemia Defisiensi Zat Besi adalah kondisi dimana tubuh kekurangan sel darah merah yang disebabkan oleh kurangnya asupan zat besi. Zat besi sendiri memiliki peran penting dalam menghasilkan komponen sel darah merah atau hemoglobin.
Menurut American Family Physician, Anemia Defisiensi Zat Besi rentan sekali dialami oleh anak-anak, ketimbang orang dewasa. Kondisi ini lazim dialami pada akhir masa bayi dan awal masa kanak-kanak.
Penyebab dan Dampak Anemia Defisiensi Besi (ADB)
Anemia sendiri merupakan kondisi rendahnya kadar Hb dibandingkan dengan kadar normal, yang menunjukkan kurangnya jumlah sel darah merah yang bersirkulasi. Sel darah merah sendiri punya peran penting dalam tubuh. Ia bertugas mengangkut oksigen ke seluruh tubuh.
Jika sel darah merah kurang dalam tubuh, maka bisa menyebabkan terhambatnya kinerja organ dalam tubuh.
Anemia sering sekali dialami oleh perempuan. Karena kan, perempuan punya siklus menstruasi yang datang tiap bulan. Dimana, tubuh perempuan akan mengeluarkan darah kotor yang banyaknya berbeda di tiap perempuan. Jika darah yang keluar terlalu banyak lalu ngga segera digantikan dengan asupan penambah darah, maka ngga heran kalau perempuan akan terlihat lemas dan lesu.
Menurut IDAI, ADB juga banyak diderita oleh remaja akibat percepatan tumbuh, asupan besi yang tidak adekuat dan diperberat oleh kehilangan darah akibat menstruasi pada remaja putri.
Data Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2007 menunjukkan, prevalens ADB pada anak dan balita itu 40-45%. Sedangkan data tahun 2001 menunujukan prevalens ADB pada bayi (0-6 bulan) 61%, bayi (6-12 bulan) 64%, dan balita 48,1%
Merujuk pada penjelasan Dr. dr Diana Sunardi, MGizi, SpGK, dalam webinar Peran Nutrisi Dalam Tantangan Kesehatan Lintas Generasi, penyebab Anemia Defisiensi Besi adalah kurangnya asupan makanan yang mengandung besi. Selain itu, sakit (infeksi atau kronis) juga bisa jadi penyebab.
Namun, jika berdasarkan usia, penyebab ADB bisa berbeda-beda. Menurut IDAI, penyabab ADB sebagai berikut :
Bayi - Balita
- Bayi berat lahir rendah, prematur, lahir kembar, ASI tanpa suplementasi besi, susu formula rendah besi, ibu mengalami anemia selama kehamilan.
- Alergi protein susu
- Kebutuhan besi kurang karena terlalu banyak minum susu murni berlebih
- Obesitas
- Malabsorbsi
- Asupan makanan yang mengandung fe heme kurang
- Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang atau kronis baik virus, bakteri, atau parasit
- Picky eater
- Kehilangan berlebihan akibat perdarahan (infestasi cacing tambang)
- Kurang asupan yang mengandung besi
- Menstruasi berlebihan pada remaja putri
- Menjalankan diet yang tidak seimbang
- Asupan vitamin C yang rendah
- Terlalu banyak konsumsi sumber tanin (kopi, teh)
Lalu, dampak Anemia Defisiensi Besi yang bisa timbul berdasarkan kategori usia sebagai berikut:
Pada Anak
Timbulnya masalah kognitif pada anak. Ini bisa mengakibatkan terhambuatnya pertumbuhan, perkembangan kecerdasan, hingga memengaruhi fungsi tubuh secara normal. Menurunnya jumlah zat besi pada tubuh anak, akan memengaruhi fungsi otak dan otot anak yang sedang berkembang. That's way, stunting bisa terjadi karena kekurangan zat besi.
Dampak jangka panjang yang ditimbulkan bisa seperti daya tahan tubuh menurun, mudah terkena infeksi, kurang bugar, prestasi menurun, dan kinerja yang kurang.
Pada Ibu Hamil
Ibu hamil yang kekurangan zat besi, sangat berisiko melahirkan anak yang nantinya memiliki masalah kesehatan. Ibu hamil juga bisa mengalami pre eklamsia, bayi lahir prematur, gangguan pertumbuhan janin, gangguan fungsi jantung, perdarahan pasca melahirkan, dan juga infeksi.
Cara Cegah dan Atasi Anemia Defisiensi Besi
Anemia Defisiensi Besi bisa ditangani dengan mengatasi faktor penyebabnya, serta pemberian preparat besi.
Untuk anak, bisa diberikan besi elemental dengan dosis 3mg/kg berat badan, sebelum makan atau 5mg/kg berat badan setelah makan dibagi dalam 2 dosis.
Selain itu, bisa diberikan vitamin C 2x250 mg/hari untuk meningkatkan absorbsi besi. Pemberian asam folat 2x 5-10 mg/hari untuk meningkatkan aktifitas eritropoiesis.
Hindari makanan yang menghambat absorbsi besi seperti teh, susu murni, kuning telur, dan serat. Memperbanyak minum untuk mencegah terjadinya konstipasi akibat efek samping pemberian preparat besi.
Dan untuk mencegah Anemia Defisiensi Besi, perlu meningkatkan edukasi kepada masyarakat, terutama pada remaja putri dan ibu. Pengetahuan soal jenis makanan yang mengandung kadar besi tinggi seperti ikan, hati, dan daging juga diperlukan.
Perlu diketahui kalau kandungan besi dalam ASI lebih rendah dibandingkan dengan susu sapi, namun penyerapannya lebih tinggi. Oleh karena itu, kampanye ASI Eksklusif dan pemberian suplemen besi dan makanan tambahan sangat penting.
Sebagai panduan, berikut makanan kaya zat besi yang sangat dianjurkan untuk rutin dikonsumsi. Agar, anak maupun keluarga terhindar dari Anemia Defisiensi Besi.
Tentang Danone Indonesia
Danone Indonesia sebagai perusahaan yang mendukung kesehatan masyarakat, punya peran aktif dalam memberikan edukasi demi mewujudkan Indonesia sehat.
Dalam perayaan Hari Gizi Nasional yang jatuh tanggal 25 Januari yang lalu, Danone Indonesia memperkuat kontribusinya lewat peningkatan kesadaran tentang pentingnya nutrisi lewat edukasi yang menarik.
Arif Mujahidin, selaku Corporate Communication Director Danone Indonesia dalam webinar mengatakan kalau, Danone Indoensia menyediakan inovasi nutrisi seperti susu pertumbuhan yang dapat membantu pemenuhan zat besi pada anak di atas satu tahun.
Edukasi yang sudah dilakukan oleh Danone Indonesia dalam mendukung kesehatan masyarakat, diantaranya :
- Ayo Cegah Stunting. Danone mengintegrasikan program unggulan untuk mendukung intervensi nutrisi spesifik dalam mengurangi stunting di Indonesia. Program ini bekerjasama dengan Kementrian Kesehatan, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Kementrian Sekretariat Negara, dan lain-lain
- GESID (Generasi Sehat Indonesia). Lewat GESID, Danone Indonesia membangung kesadaran dan pemahaman remaja tentang kesehatan dan gizi, pentingnya 1000 hari pertama kehidupan, dan pembentukan karakter. Program ini sudah berlangsung di 5 SMP dan 5 SMA dengan total jangkauan sebanyak 2000 siswa.
- Taman Pintar. Danone Indonesia mendukung 4 fasilitas pendidikan yang berfokus pada kesehatan gizi di Taman Pintar, Yogyakarta.
- Duta 1000 Pelangi. Bantuan Danone kepada karyawan dan masyarakat sekitar tentang pentingnya 1000 hari pertama kehidupan. Menjadikan karyawan sebagai duta dengan pelatihan dan bekal pengetahuan tentang gizi seimbang
- Warung Anak Sehat (WAS). Kegiatan ini bekerjasama dengan ibu-ibu pengelola kantin di sekolah. Edukasi yang dilakukan seperti memilih jajanan atau snack sehat selama di sekolah. Saat ini, sudah ada 234 agen Warung Anak Sehat yang aktif.
ADB ini bisa jadi momok bagi anak ya terhyata. Apalagi bagi remaja yang sudha menstruasi resikonya cukup tinggi. Perlu banget pemahaman tentang hal ini agar sebagai ibu bisa menjaga anak dari kekurangan gizi khususnya zat besi
BalasHapusADB ini bisa jadi momok bagi anak ya terhyata. Apalagi bagi remaja yang sudha menstruasi resikonya cukup tinggi. Perlu banget pemahaman tentang hal ini agar sebagai ibu bisa menjaga anak dari kekurangan gizi khususnya zat besi
BalasHapusADB ini bisa jadi momok bagi anak ya terhyata. Apalagi bagi remaja yang sudha menstruasi resikonya cukup tinggi. Perlu banget pemahaman tentang hal ini agar sebagai ibu bisa menjaga anak dari kekurangan gizi khususnya zat besi
BalasHapusMasalah stunting di Indo cukup diperhatikan, awalnya aku biasa aja samapai aku baca artikel kalau Indonesia termasuk rata-rata orangnya paling pendek seAsia Tenggara, kemungkinan penyebabnya stunting ini kak. Liat cowok2 korea tinggi2 banget
BalasHapusPernah denger cerita salah satu blogger anaknya nggak doyan makan rupanya kena ADB. Wah, aku langsung was-was pas anakku gag doyan makan. semoga selalu diberi kesempatan untuk memberikan nutrisi ebih baik pada anak ya....
BalasHapusSemoga bisa mmepersiapkan segalanya dengan baik diriku, aamiin.
BalasHapusMakasih banget mba, jadi tahu bagaimana harus bersikap dengan baik kepada tubuh.
nggak boleh sembarangan lagi.
Aku suka agak dag dig dug kak, soalnya tinggi tubuh anak kedua ku termasuk mini untuk usia 4.5 tahun. Walau secara pertumbuhan lain dia baik - baik saja. Apa perlu cek langsug ke dokter ya?
BalasHapusTernyata ya selama ini saya salah, zat beai tidak pernah ada di list kebutuhan nutrisi. memiliki peran oenting dalam proses tumkem anak
BalasHapus