Kamis, 30 Mei 2024

Aku, Jamu, dan Warisan Budaya untuk Hidup Lebih Sehat

'kak, jangan lupa diminum jamunya biar cepet pulih. Biar darah nifasnya cepet bersih' Mamah menunjuk jamu bersalin lengkap yang dikemas dalam box kaleng.

'iya mah, tapi pilisnya ngga usah dipakai ya. Ribet' tawar saya ke mamah

'hee, harus dipakai. Biar ngga pusing, kan enak dingin di muka' mamah sedikit menaikkan volume suaranya

'iya iyaa' jawab saya pasrah

Saat itu, saya baru lahiran anak pertama. Dan semua serba pertama kali. Pertama kali jadi ibu, pertama kali menyusui, pertama kali mengurus bayi. Kaku dan bingung. Jadi kehadiran mamah memang sangat membantu sekali. Mamah yang bantu memandikan bayi ketika saya masih takut. Melihat manusia sekecil itu, ringkih, dan nangis terus. Tak jarang, saya jadi ikutan menangis jika si bayi tak kunjung tenang.

Jamu Sebagai Obat

Mamah juga yang meminta saya untuk minum jamu bersalin. Menurut mamah, jamu bersalin itu bagus untuk mengembalikan kondisi setelah melahirkan. Badan yang tadinya pegal-pegal dan sakit, bisa lekas pulih dengan jamu. Begitu juga dengan darah nifas yang membuat badan jadi lemas. Dengan jamu, darah nifas akan lekas keluar dan bersih, badan pun akan lebih bugar. Begitu kata mamah. Sebagai ibu yang belum punya pengalaman, saya hanya menyetujui saja apa yang mamah ucapkan.

Jamu untuk Bersalin
Jamu Bersalin dan herbal setelah melahirkan 

Hingga punya anak kelima, saya masih usahakan untuk minum jamu. Bukan lagi paket jamu habis bersalin yang super banyak itu. Tapi, saya lebih memilih kunyit asam untuk stamina dan membantu produksi ASI. Kunyit asam yang dibuat rumahan oleh seorang teman saya. Rasanya, enak dan memang segar sekali.

Tentang Jamu sebagai Warisan Budaya Bangsa 

Kalau membaca sejarah, jamu sudah diperkenalkan sejak tahun 1300 M. Sejak jaman penjajahan Belanda, para dokter berkebangsaan Belanda dan Jerman, tertarik untuk mempelajari jamu. Bahkan diantaranya, menuliskannya menjadi sebuah buku, salah satunya "Practical Observation on A Number of Javanese Medications" yang ditulis oleh dr. Carl Waitz pada tahun 1829.

Djamoe atau Jamu merupakan sebuah singkatan dari kata Djampi yang berarti doa atau obat, dan Oesodo (Husada) yang memiliki arti kesehatan. Jadi, ketika disatukan, Djamoe berarti doa atau obat untuk meningkatkan kesehatan. 

Sedangkan menurut Permenkes No. 003/Menkes/Per/I/2010 Jamu diartikan sebagai obat tradisional yang terdiri dari bahan ramuan. Ramuannya terdiri dari bahan tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut. Digunakan secara turun temurun sebagai media pengobatan. Sediannya berupa cairan, serbuk, tablet, dan kapsul.

Rempah Jamu

Jamu berasal dari tanaman herbal atau rempah yang ditanam di sekitar. Cara mengolahnya pun tidak rumit, hanya mengambil sari dari perasan tumbuhan herbal yang sudah ditumbuk atau diparut. Tanaman herbal yang biasanya dibuat jamu diantaranya kunyit, lengkuas, kencur, temulawak, jahe, dan kayu manis. Untuk menambah rasa segar, seringkali ditambahkan gula Jawa, gula batu, dan jeruk nipis.

Dalam pengolahan atau memasaknya biasannya perlu diperhatikan takaran, suhu, dan lama merebusnya. Agar, khasiat dari bahan-bahan yang digunakan tidak hilang.

Tradisi minum jamu hingga kini masih terus dilestarikan. Bahkan ada yang mengolahnya sedemikian rupa, agar bisa menjangkau semua kalangan. Jamu tidak hanya dinikmati orang-orang tua, tapi generasi muda pun bisa menikmati jamu dengan tampilan yang lebih modern. Tidak hanya dalam bentuk botolan yang dijual keliling oleh ayu jamu. Tapi, keterjangkauannya jamu jadi lebih luas. Jamu dikemas dalam bentuk yang lebih simple dengan durasi penyimpanan yang lebih lama.

Jamu yang kini diolah lebih modern, menjadikan jamu lebih dikenal luas. Bukan hanya sampai bisa menembus pasar internasional juga. 

Untuk melestarikan jamu sebagai kearifan lokal milik Indonesia, pada tanggal 27 Mei 2008, Presiden Bambang Yudhoyono menetapkan tanggal 27 Mei sebagai Hari Jamu Nasional. 

Aku, Jamu, dan Gaya Hidup Sehat 

Perkenalan saya dengan jamu sebenarnya sudah sejak kecil. Saya ingat betul, tiap pagi mamah rutin minum jamu. Bukan bikin sendiri, tapi beli di ayu jamu yang  setiap hari keliling.  Dari situ, saya sering kali ikutan minum jamu. Favorit saya kala kecil dulu adalah jamu beras kencur. Rasanya enak dan tidak pahit. Setelah jamu beras kencur habis, ayu jamu akan menuangkan air jahe yang dicampur gula jawa. Air jahe ini yang paling saya tunggu, karena rasanya manis dan hangat. Air jahe ini gunanya sebagai penawar setelah minum jamu yang pahit. 

Jamu sebagai warisan budaya

Beranjak besar dan sudah haid, kebiasaan minum jamu saya berubah. Dari yang tadinya minum beras kencur, jadi minum kunyit asam. Tiap kali haid, saya akan merasakan nyeri yang lumayan hebat. Bahkan sampai susah berdiri. Minum kunyit asam, membantu saya melewati period day yang bikin mood berantakan. Karena, salah satu khasiat kunyit asam adalah mengurangi rasa nyeri ketika haid dan melancarkan keluarnya darah haid. Badan pun jadi lebih bugar, jadi pas haid ya tidak lemes banget.

Kini, setelah jadi ibu, saya tetap konsumsi jamu. Sediaan yang saya minum jadi lebih variatif. Tidak hanya, yang dalam bentuk cair seperti kunyit asam ayu jamu, tapi juga kamu yang dalam bentuk kapsul. Sesuai dengan kebutuhan saat itu. 

Jamu dan Kebutuhan Imun Keluarga

Tidak hanya saya, suami dan anak-anak pun saya biasakan untuk minum herbal untuk kebutuhan imun mereka. Saya tipikal ibu yang tidak buru-buru ke dokter ketika anak demam. Karena pernah kuliah singkat mempelajari herbal, saya yakin kalau sediaan alam berupa tumbuhan baik itu rempah maupun tanaman lain, bisa dimanfaatkan untuk pengobatan. Mengkonsumsi herbal sangat minim efek samping. Insya Allah aman, sekalipun digunakan dalam jangka panjang.

Jamu sehat
jamu dan herbal sebagai p3k di rumah

Saya jadi teringat apa yang dikatakan guru herbal saya 'Herbal itu ketika digunakan saat sakit akan jadi obat, ketika digunakan saat sehat akan jadi makanan yang penuh manfaat'

Minggu lalu, kedua anak saya panas tinggi hingga 39.7 derajat. Tapi karena saya sudah tahu penawarnya, saya tidak panik. Saya boost campuran vermint dan madu, lalu sari kurma dan vermint. Memberikan mereka air minum yang banyak. Alhamdulillah, Biidznillah tidak sampai 3 hari panas mereka hilang. Mereka kembali dalam kondisi yang sehat dan ceria.

Herbal untuk traveling
herbal dan jamu yang selalu saya bawa saat traveling 

Ketika saya atau suami mulai ada gejala flu, buru-buru kami konsumsi Alanabi, sediaan herbal cair yang terbuat dari rempah. Tubuh jadi lebih hangat dan rasa pusing perlahan mereda. Alanabi ini mirip dengan Tolak Angin, hanya saja rasanya lebih ringan dan tidak terlampau pedas. Jadi anak-anak pun bisa konsumsi.

Saat traveling, saya tidak pernah lupa untuk membawa P3K sederhana. Isinya hanya berupa minyak gosok Safe Care, minyak Herba Sinergi, Plosa, Alanabi, dan Vermint. Buat saya, ketiganya penting dan sudah mencukupi untuk jaga-jaga. 

Jamu sebagai obat

Yang terpenting, ketika ada anggota keluarga yang sakit, jangan terburu-buru membawanya ke dokter. Ketika masih bisa diusahakan dengan jamu atau herbal, maka gunakan saja. Khasiat dari jamu atau herbal sudah banyak dibuktikan. Kita hanya perlu bersabar pada prosesnya. Karena, herbal bekerjanya memperbaiki apa yang salah di dalam tubuh terlebih dulu. Setelah semuanya baik, otomatis tubuh mengirim respon yang baik. Kalau obat-obatan kimia, bekerja dengan langsung mengobati sumber sakitnya. Makanya, ketika minum obat kimia, rasa sakit langsung hilang. Tapi apa yang salah di dalam tubuh tidak diperbaiki.

Kini, jamu atau herbal dengan keluarga saya, tidak terpisahkan. Saya yakin, kalau jamu bisa menjaga imunitas seluruh anggota keluarga. Makanya, ketika ada yang sakit, saya dengan sabar mengobatinya hanya dengan jamu atau herbal.

Tidak ada ciptaan Allah yang sia-sia. Pun begitu dengan beragam tumbuhan, tanaman, atau apapun yang dijadikan jamu. Allah menyediakan sumbernya. Ketika dikelola dan digunakan dengan baik, maka efek yang dirasakan juga akan baik. 

Selamat Hari Jamu Nasional. Semoga jamu akan terus menjadi warisan budaya, yang bisa terus dilestarikan. Dapat dijangkau semua kalangan dan


7 komentar:

  1. Memang hebat khasiat jamu, untuk kesehatan badan kita. Apalagi dibuat dari rempah² yang memang oleh familiar, sehingga solutif kehadiran jamu dalam kehidupan

    BalasHapus
  2. Aku suka banget minum jamu, kalo lagi gak fit biasanya minum jamu tolak angin sama pegal linu itu langsung terasa sih ke tubuh

    BalasHapus
  3. Menengok ke masa lampau, jamu telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia. Resep-resep jamu diturunkan dari generasi ke generasi, membawa serta kekayaan pengetahuan tentang tanaman obat dan manfaatnya.

    Lebih dari sekadar minuman, jamu adalah simbol pelestarian budaya dan tradisi. Di balik setiap gelas jamu, terdapat cerita tentang leluhur, kearifan lokal, dan hubungan manusia dengan alam.

    BalasHapus
  4. Bangga dengan tanah air Indonesia yg kaya akan tanaman herbal sehingga bisa mengolah minuman kaya khasiat kaya jamu yg juga diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya tak benda Indonesia. Melengkapi hari2 dgn gaya hidup sehat bisa jg di buasakan dgn mengkonsumsi jamu

    BalasHapus
  5. Jadi inget dulu pas lahiran saya juga minum jamu godokan, perut dioles ramuan jamu plus minyak telon lalu dibengkung, awalnya terasa ribet tapi setelah melihat hasilnya alhamdulillah kulit tetap terasa kencang. Keluarga saya juga dari dulu masih percaya bahwa herbal jamu tetap memiliki khasiat yang baik untuk menjaga kesehatan

    BalasHapus
  6. Jamu dan ramuan herbal asalkan tidak berlebihan, bagus untuk menjaga kebugaran tubuh. Kebetulan di rumah juga suka bikin ramuan herbal.

    BalasHapus
  7. Wahhh ternyata ada yaa hari jamu nasional, baru tahu banget loh aku setelah baca artikel ini.

    BalasHapus

Silakan Tinggalkan Komentarnya. Maaf, link hidup dan spam akan otomatis terhapus ya.